PP 38 tahun 2007

Bookmark and Share
  1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 38 TAHUN 2007 

TENTANG

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN 
ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN 
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :  bahwa  untuk  melaksanakan  ketentuan  Pasal  14  ayat  (3)  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal
30 ayat (9) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal,  perlu  menetapkan  Peraturan  Pemerintah  tentang  Pembagian
Urusan  Pemerintahan  antara  Pemerintah,  Pemerintahan  Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

Mengingat :  1.  Pasal  5  ayat  (2)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia
Tahun 1945;

2.  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan
Daerah  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2004  Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4437) 
sebagaimana  telah  diubah  dengan  Undang-Undang      Nomor  8
Tahun  2005  tentang  Penetapan  Peraturan  Pemerintah  Pengganti   
Undang-Undang      Nomor      3        Tahun      2005  tentang  Perubahan
Atas  Undang-Undang  Nomor  32  Tahun  2004  tentang  Pemerintahan
Daerah  Menjadi  Undang-Undang  (Lembaran  Negara  Republik
Indonesia  Tahun  2005  Nomor  108,  Tambahan  Lembaran  Negara
Republik Indonesia Nomor 4548);

3.  Undang-Undang  Nomor  25  Tahun  2007  tentang  Penanaman  Modal
(Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2007  Nomor  67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4724).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :  PERATURAN  PEMERINTAH  TENTANG  PEMBAGIAN  URUSAN
PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA.


  2

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.  Pemerintah  pusat,  selanjutnya  disebut  Pemerintah,  adalah  Presiden
Republik  Indonesia  yang  memegang  kekuasaan      pemerintahan    negara  
Republik    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.  Pemerintahan  daerah  adalah  penyelenggaraan  urusan  pemerintahan    oleh 
pemerintah    daerah    dan    DPRD  menurut  asas  otonomi  dan  tugas
pembantuan  dengan  prinsip  otonomi  seluas-luasnya  dalam  sistem  dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3.  Daerah  otonom,  selanjutnya  disebut  daerah,  adalah  kesatuan  masyarakat
hukum  yang  mempunyai  batas-batas  wilayah  yang  berwenang  mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut  prakarsa  sendiri  berdasarkan  aspirasi  masyarakat  dalam  sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

4.  Otonomi  daerah  adalah  hak,  wewenang,  dan  kewajiban  daerah  otonom
untuk  mengatur  dan  mengurus  sendiri  urusan  pemerintahan  dan
kepentingan  masyarakat  setempat  sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan.

5.  Urusan  pemerintahan  adalah  fungsi-fungsi  pemerintahan  yang  menjadi  hak
dan  kewajiban  setiap  tingkatan  dan/atau  susunan  pemerintahan  untuk
mengatur  dan  mengurus  fungsi-fungsi  tersebut  yang  menjadi
kewenangannya  dalam rangka  melindungi,  melayani,  memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.

6.  Kebijakan  nasional  adalah  serangkaian  aturan  yang  dapat  berupa  norma,
standar,  prosedur  dan/atau  kriteria  yang  ditetapkan  Pemerintah  sebagai
pedoman penyelenggaraan urusan pemerintahan.

BAB II
URUSAN PEMERINTAHAN 

Pasal 2

(1)  Urusan  pemerintahan  terdiri  atas  urusan  pemerintahan  yang  sepenuhnya
menjadi  kewenangan  Pemerintah  dan  urusan  pemerintahan  yang  dibagi
bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

  3
(2)  Urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangan  Pemerintah  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  meliputi  politik  luar  negeri,  pertahanan,  keamanan,
yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

(3)  Urusan  pemerintahan  yang  dibagi  bersama  antar  tingkatan  dan/atau 
susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua
urusan pemerintahan di luar urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4)  Urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  terdiri  atas  31
(tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi:
a.  pendidikan;
b.  kesehatan;
c.  pekerjaan umum;
d.  perumahan;
e.  penataan ruang;
f.  perencanaan pembangunan;
g.  perhubungan;
h.  lingkungan hidup;
i.  pertanahan;
j.  kependudukan dan catatan sipil;
k.  pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
l.  keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m.  sosial;
n.  ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o.  koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p.  penanaman modal;
q.  kebudayaan dan pariwisata;
r.  kepemudaan dan olah raga;
s.  kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t.  otonomi  daerah,  pemerintahan  umum,  administrasi  keuangan  daerah,
perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u.  pemberdayaan masyarakat dan desa;
v.  statistik;
w.  kearsipan; 
x.  perpustakaan;
y.  komunikasi dan informatika;
z.  pertanian dan ketahanan pangan;
aa. kehutanan; 
bb. energi dan sumber daya mineral; 
cc. kelautan dan perikanan;
dd. perdagangan; dan 
ee. perindustrian.

(5)  Setiap  bidang  urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (4)
terdiri dari sub bidang, dan setiap sub bidang terdiri dari sub sub bidang.

(6)  Rincian  ketigapuluh  satu  bidang  urusan  pemerintahan  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (4)  tercantum  dalam  lampiran  yang  tidak  terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini. 

  4

Pasal 3

Urusan  pemerintahan  yang  diserahkan  kepada  daerah  disertai  dengan  sumber
pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian. 

BAB III
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu
Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah

Pasal 4

(1)  Pembagian  urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  2
ayat  (4)  berdasarkan  kriteria  eksternalitas,  akuntabilitas,      dan        efisiensi  
dengan        memperhatikan  keserasian  hubungan  antar  tingkatan  dan/atau
susunan pemerintahan. 

(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengaturan  teknis  untuk  masing-masing
sub  bidang  atau  sub  sub  bidang  urusan  pemerintahan    diatur    dengan 
peraturan    menteri/kepala  lembaga  pemerintahan  non  departemen  yang
membidangi urusan pemerintahan yang bersangkutan setelah berkoordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 5

(1)  Pemerintah  mengatur  dan  mengurus  urusan  pemerintahan  yang  menjadi
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

(2)  Selain  mengatur  dan  mengurus  urusan  pemerintahan  yang  menjadi
kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
mengatur  dan  mengurus  urusan  pemerintahan  yang  menjadi
kewenangannya  sebagaimana  tercantum  dalam  lampiran  Peraturan
Pemerintah ini.

(3)  Khusus  untuk  urusan  pemerintahan  bidang  penanaman  modal,  penetapan
kebijakan dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Urusan Pemerintahan yang Menjadi 
Kewenangan Pemerintahan Daerah

Pasal 6

(1)  Pemerintahan  daerah  provinsi  dan  pemerintahan  daerah  kabupaten/kota
mengatur  dan  mengurus  urusan  pemerintahan  yang  berdasarkan  kriteria
pembagian  urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  4
ayat (1) menjadi kewenangannya.

  5

(2)  Urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  terdiri  atas
urusan wajib dan urusan pilihan.


Pasal 7

(1)  Urusan  wajib  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6        ayat  (2)  adalah
urusan  pemerintahan  yang  wajib  diselenggarakan  oleh  pemerintahan
daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan
pelayanan dasar.

(2)  Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 
a.  pendidikan; 
b.  kesehatan;
c.  lingkungan hidup; 
d.  pekerjaan umum; 
e.  penataan ruang;
f.  perencanaan pembangunan; 
g.  perumahan;
h.  kepemudaan dan olahraga;
i.  penanaman modal;
j.  koperasi dan usaha kecil dan menengah;
k.  kependudukan dan catatan sipil;
l.  ketenagakerjaan;
m.  ketahanan pangan; 
n.  pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; 
o.  keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
p.  perhubungan;
q.  komunikasi dan informatika;
r.  pertanahan;
s.  kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t.  otonomi  daerah,  pemerintahan  umum,  administrasi  keuangan  daerah,
perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u.  pemberdayaan masyarakat dan desa;
v.  sosial;
w.  kebudayaan; 
x.  statistik; 
y.  kearsipan; dan
z.  perpustakaan.

(3)  Urusan  pilihan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  ayat  (2)  adalah
urusan  pemerintahan  yang  secara  nyata  ada  dan  berpotensi  untuk
meningkatkan kesejahteraan  masyarakat sesuai  dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

(4)  Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a.  kelautan dan perikanan;
b.  pertanian;
c.  kehutanan; 
d.  energi dan sumber daya mineral;
e.  pariwisata;
  6
f.  industri;
g.  perdagangan; dan 
h.  ketransmigrasian.

(5)  Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah.


Pasal 8

(1)  Penyelenggaraan urusan  wajib sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2)  berpedoman  pada  standar  pelayanan  minimal  yang  ditetapkan
Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap.

(2)  Pemerintahan  daerah  yang  melalaikan  penyelenggaraan  urusan
pemerintahan  yang  bersifat  wajib,  penyelenggaraannya  dilaksanakan  oleh
Pemerintah dengan pembiayaan  bersumber dari  anggaran pendapatan  dan
belanja daerah yang bersangkutan.

(3)  Sebelum  penyelenggaraan  urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (2),  Pemerintah  melakukan  langkah-langkah  pembinaan  terlebih
dahulu  berupa  teguran,  instruksi,    pemeriksaan,    sampai    dengan
penugasan  pejabat  Pemerintah  ke  daerah  yang  bersangkutan  untuk
memimpin  penyelenggaraan  urusan  pemerintahan  yang  bersifat  wajib
tersebut.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  pelaksanaan  ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan presiden.

Pasal 9

(1)  Menteri/kepala  lembaga  pemerintah  non  departemen  menetapkan  norma,
standar,  prosedur,  dan  kriteria  untuk  pelaksanaan  urusan  wajib  dan  urusan
pilihan.

(2)  Di  dalam  menetapkan  norma,  standar,  prosedur,  dan  kriteria  sebagaimana
dimaksud  pada  ayat  (1)  memperhatikan  keserasian  hubungan  Pemerintah
dengan  pemerintahan daerah dan antar pemerintahan  daerah sebagai satu
kesatuan sistem dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3)  Penetapan  norma,  standar,  prosedur,  dan  kriteria  sebagaimana  dimaksud
pada  ayat  (1)  melibatkan  pemangku  kepentingan  terkait  dan  berkoordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 10

(1)  Penetapan  norma,  standar,  prosedur,  dan  kriteria  sebagaimana  dimaksud
dalam  Pasal  9  ayat  (1)  dilakukan  selambat-lambatnya  dalam  waktu  2  (dua)
tahun. 

  7
(2)  Apabila  menteri/kepala  lembaga  pemerintah  non  departemen  dalam  kurun
waktu  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  belum  menetapkan  norma,
standar,  prosedur,  dan  kriteria  maka  pemerintahan  daerah  dapat
menyelenggarakan  langsung  urusan  pemerintahan  yang  menjadi
kewenangannya dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan
sampai dengan ditetapkannya norma, standar, prosedur, dan kriteria.

Pasal 11

Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan  daerah kabupaten/kota dalam
melaksanakan  urusan  pemerintahan  wajib  dan  pilihan  berpedoman  kepada
norma,  standar,  prosedur,  dan  kriteria  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  9
ayat (1).

Pasal 12

(1)  Urusan  pemerintahan  wajib  dan  pilihan  yang  menjadi  kewenangan
pemerintahan  daerah  sebagaimana  dinyatakan  dalam  lampiran  Peraturan
Pemerintah  ini  ditetapkan  dalam  peraturan  daerah  selambat-lambatnya  1
(satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

(2)  Urusan  pemerintahan  wajib  dan  pilihan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat
(1) menjadi dasar penyusunan susunan organisasi dan tata kerja perangkat
daerah. 

BAB IV
PENGELOLAAN URUSAN PEMERINTAHAN
LINTAS DAERAH

Pasal 13

(1)  Pelaksanaan  urusan  pemerintahan  yang  mengakibatkan  dampak  lintas
daerah dikelola bersama oleh daerah terkait. 

(2)  Tata  cara  pengelolaan  bersama  urusan  pemerintahan  sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.


BAB V
URUSAN PEMERINTAHAN SISA

Pasal 14

(1)  Urusan  pemerintahan  yang  tidak  tercantum  dalam  lampiran  Peraturan
Pemerintah  ini  menjadi  kewenangan  masing-masing  tingkatan  dan/atau
susunan  pemerintahan  yang  penentuannya  menggunakan  kriteria
pembagian  urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  4
ayat (1).

  8

(2)  Dalam  hal  pemerintahan  daerah  provinsi  atau  pemerintahan  daerah
kabupaten/kota  akan  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  yang  tidak
tercantum  dalam  lampiran  Peraturan  Pemerintah  ini  terlebih  dahulu
mengusulkan  kepada  Pemerintah  melalui  Menteri  Dalam  Negeri  untuk
mendapat penetapannya.


Pasal 15

(1)  Menteri/kepala  lembaga  pemerintah  non  departemen  menetapkan  norma,
standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan sisa.

(2)  Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  9  ayat  (2)  dan  ayat  (3)
berlaku juga bagi norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk urusan sisa.


BAB VI
PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN

Pasal 16

(1)  Dalam  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  yang  menjadi kewenangan
Pemerintah  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  2  ayat  (2),  Pemerintah
dapat:
a.  menyelenggarakan sendiri;
b.  melimpahkan  sebagian  urusan  pemerintahan  kepada  kepala  instansi
vertikal atau kepada gubernur selaku  wakil pemerintah  di  daerah  dalam
rangka dekonsentrasi; atau
c.  menugaskan  sebagian  urusan  pemerintahan  tersebut  kepada
pemerintahan  daerah  dan/atau  pemerintahan  desa  berdasarkan  asas
tugas pembantuan.

(2)  Dalam  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4), Pemerintah dapat:
a.  menyelenggarakan sendiri;
b.  melimpahkan  sebagian  urusan  pemerintahan  kepada  gubernur  selaku
wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi; atau
c.  menugaskan  sebagian  urusan  pemerintahan  tersebut  kepada
pemerintahan  daerah  dan/atau  pemerintahan  desa  berdasarkan  asas
tugas pembantuan.

(3)  Dalam  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  daerah  yang  berdasarkan
kriteria  pembagian  urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangannya,
pemerintahan daerah provinsi dapat:
a.  menyelenggarakan sendiri; atau
b.  menugaskan  sebagian  urusan  pemerintahan  tersebut  kepada
pemerintahan  daerah  kabupaten/kota  dan/atau  pemerintahan  desa
berdasarkan asas tugas pembantuan.

  9

(4)  Dalam  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  daerah  yang  berdasarkan
kriteria  pembagian  urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangannya,
pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat:
a.  menyelenggarakan sendiri; atau
b.  menugaskan  dan/atau  menyerahkan  sebagian  urusan  pemerintahan
tersebut  kepada  pemerintahan  desa  berdasarkan  asas  tugas
pembantuan.


Pasal 17

(1)  Urusan  pemerintahan  selain  yang  dimaksud  dalam  Pasal  2  ayat  (2)  yang
penyelenggaraannya  oleh  Pemerintah  ditugaskan  penyelenggaraannya
kepada  pemerintahan  daerah      berdasarkan      asas        tugas    pembantuan, 
secara  bertahap  dapat  diserahkan  untuk  menjadi  urusan  pemerintahan
daerah yang bersangkutan apabila pemerintahan daerah telah menunjukkan
kemampuan  untuk  memenuhi  norma,  standar,  prosedur,  dan  kriteria  yang
dipersyaratkan. 

(2)  Urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangan  provinsi  yang
penyelenggaraannya  ditugaskan  kepada  pemerintahan  daerah
kabupaten/kota  berdasarkan  asas  tugas  pembantuan,  secara  bertahap
dapat diserahkan  untuk  menjadi  urusan  pemerintahan kabupaten/kota yang
bersangkutan  apabila  pemerintahan  daerah  kabupaten/kota  telah
menunjukkan  kemampuan  untuk  memenuhi  norma,  standar,  prosedur,  dan
kriteria yang dipersyaratkan.

(3)  Penyerahan  urusan  pemerintahan  sebagaimana  diatur  pada  ayat  (1)  dan
ayat  (2)  disertai  dengan  perangkat  daerah,  pembiayaan,  dan  sarana  atau
prasarana yang diperlukan. 

(4)  Penyerahan  urusan  pemerintahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
dan ayat (2) diprioritaskan bagi urusan pemerintahan yang berdampak lokal
dan/atau  lebih  berhasilguna  serta  berdayaguna  apabila
penyelenggaraannya  diserahkan  kepada  pemerintahan  daerah  yang
bersangkutan.

(5)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan urusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan presiden.


BAB VII
PEMBINAAN URUSAN PEMERINTAHAN

Pasal 18

(1)  Pemerintah  berkewajiban  melakukan  pembinaan  kepada  pemerintahan
daerah  untuk  mendukung  kemampuan  pemerintahan  daerah  dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya.

  10

(2)  Apabila  pemerintahan  daerah  ternyata  belum  juga  mampu
menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  setelah  dilakukan  pembinaan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  maka  untuk  sementara
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah.

(3)  Pemerintah  menyerahkan  kembali  penyelenggaraan  urusan  pemerintahan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  apabila  pemerintahan  daerah  telah
mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara  penyelenggaraan  urusan
pemerintahan  yang  belum  mampu  dilaksanakan  oleh  pemerintahan  daerah
diatur dengan peraturan presiden.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19

(1)  Khusus  untuk  Pemerintahan  Daerah  Provinsi  DKI  Jakarta  rincian  urusan
pemerintahan  yang  menjadi  kewenangan  kabupaten/kota  sebagaimana
tertuang  dalam  lampiran  Peraturan  Pemerintah  ini  secara  otomatis  menjadi
kewenangan provinsi.

(2)  Urusan  pemerintahan  di  Provinsi  Papua  dan  Provinsi  Nanggroe  Aceh
Darussalam  berpedoman  pada  peraturan  perundang-undangan  yang
mengatur otonomi khusus daerah yang bersangkutan.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Semua  ketentuan  peraturan  perundang-undangan  yang  berkaitan  secara
langsung  dengan  pembagian  urusan  pemerintahan,  wajib  mendasarkan  dan
menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 21

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan  yang  merupakan  peraturan  pelaksanaan  dari  Peraturan  Pemerintah
Nomor  25  Tahun  2000  tentang  Kewenangan  Pemerintah  dan  Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini.


  11

Pasal 22

Pada  saat  berlakunya  Peraturan  Pemerintah  ini,  maka  Peraturan  Pemerintah
Nomor  25  Tahun  2000    tentang  Kewenangan  Pemerintah  dan  Kewenangan
Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
dan  semua  peraturan  perundang-undangan  yang  berkaitan  dengan  pembagian
urusan pemerintahan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 23

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Peraturan
Pemerintah  ini  dengan  penempatannya  dalam  Lembaran  Negara  Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
 ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

         ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 82   


Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

TTd

Wisnu Setiawan



Disalin kembali:
Salinan sesuai dengan aslinya
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
Kepala Biro Hukum Organisasi dan Tataksana:

TTd

Saut PS Munthe, SH 

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment

Please comment politely.